Rabu, 13 Februari 2008

Merayakan Cinta


Make love not war, itulah semboyan yang bergema tahun 1960, mengawali protes anak-anak muda Amerika terhadap Perang Vietnam. Perang Vietnam berlangsung tahun 1959-1975 dengan kemenangan Vietnam Utara atas Vietnam Selatan yang mendapat dukungan Amerika Serikat.

Semboyan itu dianut sebagian besar anak muda AS kelahiran sesudah Perang Dunia II, yang disebut baby boomers, yang kemudian menggerakkan perubahan budaya besar-besaran. Sesudah itu muncul John Lenon, kelompok Hippies dan revolusi seks. Kapitalisme memanfaatkan peluang itu untuk meraup keuntungan dari eksploitasi seks. Maka, lahirlah industri seks dan pornografi hingga kini.

Salah satu legenda Valentine tampaknya mempunyai alur yang mirip. Saat itu kaisar Claudius II yang beranggapan lelaki muda yang belum menikah lebih perkasa sebagai tentara. Karena itu, ia melarang perkawinan pasangan muda demi kepentingan perang. Valentine yang melihat pelanggaran hak dan keadilan ini melawan dekret kaisar dan menikahkan pasangan-pasangan muda yang bercinta. Mendengar itu, kaisar Claudius marah dan memerintahkan Valentine untuk dihukum mati. Jadi, semboyan make love not war rupanya berlaku juga bagi Valentine.

Misteri cinta

Baru-baru ini majalah Time (4 Februari 2008) memuat reportase panjang tentang berbagai penelitian yang menjelaskan, cinta dan hubungan seks merupakan proses dari dorongan biologis dan enzim atau zat-zat kimia dalam tubuh kita. Tanpa menyangkal kejelian berbagai penelitian itu, tampaknya orang biasa masih beranggapan cinta tetap merupakan sesuatu yang lebih dari sekadar proses biologis-kimiawi. Ada semacam misteri yang tetap tersembunyi, entahkah akan pernah terbongkar secara ilmiah, yang dalam pandangan filsafat dan agama mungkin akan disebut peristiwa rohani. Yakni, cinta itu terjadi karena dikehendaki oleh sesuatu subyek secara bertanggung jawab. Seandainya tidak, cinta hanya akan berupa dorongan naluriah yang akhirnya tak lebih dari mekanisme sebuah mesin.

Namun, sejauh manakah orang menyadari dan mau menjalani cinta seperti itu? Dari kenyataan hidup sehari-hari, ketika irama kehidupan memaksa orang sibuk dengan agenda pekerjaan rutin, lebih-lebih dengan adanya krisis ekonomi dan konflik sosial akut, yang membuat stres massal, masihkah orang sungguh-sungguh ”melakukan cinta” (make love) dan bukan hanya mengandaikannya?

Theodore Zeldin dalam An Intimate History of Humanity (1994) mengamati, masyarakat selalu mengembangkan bentuk-bentuk baru percintaan atau ungkapan cinta lewat musik, syair, percakapan, dan sebagainya guna mengatasi kebosanan hidup. Namun, menurut penulis ini, romantisme cinta tidak identik dengan perkawinan sebab idealisasi perempuan yang merupakan penggerak cinta tidak pernah selesai. Demikian juga independensi perempuan yang diciptakan dalam perkawinan. Mungkin itulah sebabnya, ada anggapan perkawinan bisa menghilangkan romantisme dan mematikan cinta. Itulah alasan anak-anak muda Eropa—dan tidak kurang para selebriti—lebih suka ”kumpul kebo” daripada meresmikan perkawinan. Ada etika tersendiri yang mungkin perlu dipertimbangkan bagi yang sering menilai secara apriori mengenai gejala itu.

Gampangnya, dalam perkawinan hanya ada satu macam cinta, sementara di luar perkawinan cinta mempunyai berbagai cita rasa. Maka, kata Zeldin, ”dalam sebagian besar sejarah, cinta dianggap sebagai ancaman stabilitas dari individu maupun masyarakat karena stabilitas biasanya dihargai lebih tinggi daripada kebebasan”. Jelaslah di sini, Zeldin menandai cinta dengan kebebasan. Kebebasan cinta inilah yang lebih sering ditulis dalam novel dan roman daripada kemapanan keluarga karena sifat-sifatnya yang menarik itu. Para penulis novel tidak jarang melukiskan cinta romantik justru dalam perlawanannya dengan hubungan keluarga, yang dianggap suci oleh agama-agama.

Merayakan cinta

Menurut Robert C Solomon (The Virtue of Love dalam Midwest Studies in Philosophy vol XIII, 1988) cinta menjadi ”romantik” karena adanya unsur-unsur pergulatan, konflik, ketegangan untuk saling mengalah atau mengalahkan; juga unsur keasingan dari ”yang lain” yang tiba-tiba bisa memberi revelasi, kejutan, ”suspense” atau ”surprise” yang membahagiakan. Itulah kekhasan romantic love dibandingkan dengan familial love yang mapan.

Dengan demikian, cinta romantik selalu ingin merasuki kehidupan keluarga, menggugatnya, lalu memperbarui. Sementara kehidupan keluarga berusaha menjinakkan cinta agar bisa dikuasai dan dikendalikan. Tetapi dengan cara demikian, kehidupan keluarga justru membunuhnya.

Dalam novel terbarunya, Ascolta la Mia Voce (2006), Susanna Tamaro melontarkan sindiran kepada mereka yang tak bisa lagi mengagumi keindahan alam, melalui kata-kata Ottavio, ”mereka yang hidup di daerah tropis mungkin jemu pada bunga-bunga dan berakhir pada keengganan untuk melihatnya, tetapi padang belantara yang menghasilkan bunga hanya sekali saja merupakan anugerah tak terduga....”

Ottavio mengatakan hal itu karena ia hidup di daerah gersang di wilayah Israel dan harus bekerja keras untuk mengurus pertanian. Ia ingin mendidik anak-anaknya mencintai tanaman. Dan lontaran kata-kata itu dapat menjadi sindiran bagi mereka yang hidup di tanah tropis, tetapi suka membabati hutan tanpa ampun. Secara lebih luas dan halus, sindiran itu mengena bagi mereka yang hidup dalam keluarga, tetapi lama tidak merasakan getaran cinta. Cinta seolah diandaikan saja dan dianggap sebagai barang biasa, kalau tidak malah tanpa sadar digerotinya.

Jika demikian, manusia memerlukan Valentine’s Day, hari khusus untuk mengingat dan merayakan cinta agar kehidupan keluarga tidak menjadi mandul dan membosankan. Namun, lebih dari perayaan yang diformalkan, yang lebih penting adalah pendidikan seni, musik, syair, dan aneka ungkapan cinta bagi anak-anak agar kelak jika dewasa, mereka mampu mengagumi kehidupan sebagai ladang penuh bunga dan tidak melihatnya sebagai medan perang yang penuh tentara.

A Sudiarja Dekan Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta; Redaktur Pelaksana Majalah Basis

Selasa, 05 Februari 2008

Menghapus Pilkada Langsung

Polemik tentang pemilihan kepala daerah langsung muncul kembali.

Jika pada pembahasaan naskah akademik UU No 32 Tahun 2004, polemik terkait pertanyaan apakah pilkada langsung dapat meredam politik uang selama 2001-2004, kini debat terarah pada mahal dan rendahnya kualitas pilkada. Maka, Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi mengusulkan agar pilkada dihapus (Kompas, 26/1/2008).


Demokrasi itu lokal

Pemilihan kepala daerah langsung adalah instrumen untuk meningkatkan participatory democracy dan memenuhi semua unsur yang diharapkan. Apalagi, sebenarnya demokrasi bersifat lokal, maka salah satu tujuan pilkada adalah memperkuat legitimasi demokrasi.

Meski demikian, di negara-negara lain, keberhasilan pilkada langsung tidak berdiri sendiri. Ia ditentukan kematangan partai dan aktor politik, budaya politik di masyarakat, dan kesiapan dukungan administrasi penyelenggaraan pilkada. Kondisi politik lokal yang amat heterogen, kesadaran dan pengetahuan politik masyarakat yang rendah, jeleknya sistem pencatatan kependudukan, dan penyelenggaraan pemilihan (electoral governance) sering menyebabkan kegagalan tujuan pilkada langsung.

Manor dan Crook (1998) menyebutkan, dalam banyak hal pemilihan langsung kepala daerah dan pemisahan antara mayor (kepala daerah) dan counceilor (anggota DPRD) di negara berkembang menyebabkan praktik pemerintahan kian buruk. Faktor utamanya adalah karakter elite lokal yang kooptatif dan selalu menutup kesempatan pihak lain untuk berkompetisi dalam politik, pengetahuan dan kesadaran politik masyarakat yang rendah, dan tidak adanya pengawasan DPRD terhadap kepala daerah.

Faktor-faktor itu terefleksi di Indonesia. Kooptasi kekuasaan dilakukan incumbent dengan memanfaatkan akses birokrasi. Akibatnya tidak jarang data kependudukan dimanipulasi, proses penyelenggaraan pilkada tidak obyektif dan tidak independen.

Sebagian besar problem dan gugatan pilkada di Indonesia bermula dari data kependudukan yang tidak valid. Demikian pula, rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap esensi pilkada menyebabkan praktik politik uang dalam pilkada. Khusus untuk Indonesia, problem pilkada diperberat kualitas partai politik dan aktor politik yang tidak memadai. Kasus Pilkada Malut dan Sulsel menunjukkan betapa sulitnya menghasilkan pilkada berkualitas dan diterima semua pihak.

Demokrasi ”versus” efisiensi

Tuntutan untuk menghapus pilkada langsung bukan tanpa alasan. Di negara-negara demokrasi modern yang memiliki tradisi pemilihan langsung, penyelenggaraan pemilu dilakukan secara terintegrasi dengan sistem birokrasi lokal. Lebih konkret, pilkada langsung di negara-negara itu dilakukan Biro Statistik Lokal atau Dinas Kependudukan Lokal yang memiliki perangkat dan sistem kependudukan memadai.

Dengan cara itu, ada dua manfaat efisiensi. Pertama, penyelenggara pemilu tidak dibayar hanya untuk menyelenggarakan pemilu. Hal ini kontradiktif terjadi di Indonesia, bahwa biaya KPUD menjadi amat mahal untuk menyelenggarakan semua tahapan, mulai dari pendaftaran pemilih hingga penetapan pemenang.

Kedua, pilkada adalah pesta demokrasi biasa yang menjadi hal biasa pula sehingga tidak dibutuhkan persiapan dan biaya khusus untuk penyelenggaraan. Mahalnya pilkada di Indonesia karena merupakan pesta akbar dan harus dibiayai secara khusus, mulai dari pendaftaran ulang yang sering tidak valid, pengadaan barang dan jasa untuk pencoblosan yang berulang tiap pemilihan, sampai kampanye jorjoran yang dilakukan parpol dan calon. Dengan kata lain, pilkada adalah ”proyek besar”, harus dibiayai anggaran besar pula. Akibatnya, inefisiensi terjadi dalam paradigma proyek pilkada.

Logika berpikir proyek dalam pilkada ini tidak saja merasuki pemikiran penyelenggara pilkada, tetapi juga partai politik, aktor politik, calon kepala daerah, birokrasi di pusat dan daerah, serta masyarakat pemilih. Proyek ini berlanjut sampai esensi dan tujuan kemenangan pilkada. Tidak heran jika partai politik dan aktor politik rela mengeluarkan miliaran rupiah untuk dapat mengikuti kompetisi pilkada.

Uang ini digunakan mulai dari menentukan parpol pengusung, kampanye besar-besaran untuk mendongkrak popularitas calon, sampai upaya memengaruhi pilihan masyarakat. Tentu saja tidak ada yang gratis dalam pesta akbar pilkada. Biaya yang dikeluarkan ini harus diganti oleh uang rakyat dalam APBD melalui arisan proyek bagi investor politik yang ikut membiayai pilkada. Jadi, apa yang dikhawatirkan banyak pihak tentang mahal pilkada mendekati kebenaran. Pilkada bukan hanya mahal dari sisi biaya penyelenggaraan yang harus ditanggung APBD, tetapi juga mahal dari ongkos yang harus dibayar masyarakat dalam arisan proyek bagi investor politik. Cukup valid untuk mengatakan pilkada langsung memboroskan uang negara dan belum memberi hasil optimal.

Meski demikian, saya kurang sependapat jika pilkada langsung dihapus. Perubahan kebijakan yang radikal dapat menimbulkan situasi chaos. Yang harus dilakukan, mengubah cara pandang pilkada sebagai pesta biasa.

Untuk jangka panjang, birokrasi yang netral dan profesional dapat menjadi pilihan penyelenggara pilkada untuk menjadikan pilkada sebagai hal biasa dalam kehidupan parpol, aktor politik, dan masyarakat pemilih.

Eko Prasojo Guru Besar FISIP UI; Anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)

Senin, 28 Januari 2008

Menghantar Pak Harto



Akhirnya Pak Harto meninggalkan kita. Kepergiannya mungkin akan meninggalkan berbagai kontroversi. Tetapi, sebagai orang beragama, kita diajarkan untuk mengenang yang baik-baik dari orang yang telah menghadap-Nya.

Tuhan sering mempunyai rahasia bagi umat-Nya. Seorang yang tidak bermimpi menjadi presiden menjadi presiden selama 32 tahun. Pak Harto bukan orang yang diperhitungkan menggantikan Presiden Soekarno jika tidak terjadi G30S/PKI.

Lepas dari sasaran pembunuhan G30S/PKI, Pak Harto bahkan berhasil menumpasnya. Apa jadinya jika saat itu Pak Harto tidak tegar menghadapi situasi tak menentu pada 1 Oktober 1965?
Bagaimana seorang yang tidak diperhitungkan ternyata berani tidak hadir menghadap Bung Karno di Halim saat beberapa jenderal Angkatan Darat terbunuh. Padahal, semua tahu, kekuasaan Bung Karno amat besar. Pak Harto tahu, di Halim berkumpul orang-orang G30S/PKI.

Begitu pula, betapa orang yang tidak diperhitungkan itu tidak menaati keputusan Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Presiden Soekarno yang mengangkat Jenderal Pranoto Reksosamodra sebagai caretaker Menteri/Panglima Angkatan Darat menggantikan Jenderal Ahmad Yani yang terbunuh. Lebih jauh, betapa ia bisa berbeda pendapat dengan Bung Karno dalam menyikapi pembubaran PKI. Seandainya tidak ada orang seperti Soeharto, PKI mungkin akan selamat dari peristiwa G30S/PKI. Wajar jika Soeharto paling dibenci PKI.

Sikap seperti itu mungkin dapat dianggap indisipliner. Namun, beda pendapat antara kepemimpinan sipil dan militer di Indonesia sebenarnya sudah sering terjadi. Di awal kemerdekaan, Jenderal Soedirman berbeda dengan Bung Karno. Juga kejatuhan Gus Dur, saat dekritnya tidak dipatuhi. Semua itu terjadi saat kepentingan nasional dipertaruhkan.

Ketika kekuatan sipil bertemu Pak Harto di markas Kostrad—masih di awal Oktober 1965—Pak Harto masih ragu terhadap dukungan kekuatan sipil, politik, dan organisasi massa non-komunis yang dipimpin Subchan ZE dan kawan-kawan. Padahal, saat itu Pak Harto sedang berhadapan dengan kekuatan G30S/PKI.

Cita-cita ”madeg pinandito”

Menjelang sidang MPR tahun 1998, ada suara-suara Pak Harto tidak bersedia dicalonkan sebagai presiden untuk ketujuh kalinya. Ibu Tien Soeharto telah meminta Pak Ruslan Abdulgani (almarhum) untuk membujuk Pak Harto tidak bersedia dicalonkan lagi.

Namun, Ketua Umum Golongan Karya Harmoko meyakinkan, rakyat masih menghendaki Pak Harto menjabat presiden lagi. Dan benar, pada sidang MPR, Maret 1998, meski di luar gedung MPR sudah ada demo mahasiswa yang menghendaki Pak Harto berhenti, Pak Harto masih terpilih secara aklamasi oleh MPR.

Ternyata, suara di gedung dan di luar MPR berbeda. Demo dan kerusuhan membesar dan sikap pimpinan DPR/MPR pun berubah, meminta Presiden Soeharto mengundurkan diri. Meski tidak melalui sidang MPR, Pak Harto menyatakan berhenti, hanya dua bulan setelah terpilih. Apa yang terjadi jika Pak Harto tidak menyatakan berhenti?

Sebagai presiden/mandataris MPR, MPR membekali Pak Harto sebuah senjata ampuh, yaitu untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan terhadap hal-hal yang dapat menghambat jalannya pembangunan. Ternyata, senjata ini tidak pernah bisa digunakan. Saat demo membesar, pimpinan DPR/MPR memintanya mundur, Pak Harto memutuskan berhenti. Pak Harto menyadari, dukungan terhadapnya sudah memudar. Jika Pak Harto tetap bertahan dan menumpas demo dengan kekerasan, mungkin darah kaum muda akan mengalir. Sebuah sikap kenegarawanan yang agaknya lepas dari perhatian kita.

Meski demikian, hujatan kepada Pak Harto terus berjalan. Niatnya untuk madeg pinandito terganjal gugatan hukum karena Tap XI/MPR/1999 mengamanatkan untuk mengadili Pak Harto dalam rangka pemberantasan KKN. Pak Harto sempat diadili, memperoleh SP3, dibuka kembali lalu memperoleh SKPP Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, saat Pak Harto dirawat di RS untuk kesekian kalinya. Kini, masalah perdata belum terselesaikan.

Cita-citanya mendirikan 999 masjid melalui Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila juga belum terwujud. Rencananya, 999 masjid itu akan selesai tahun 2009. Sampai 2008, baru selesai 989 masjid. Semoga penghargaan yang diberikan pemerintah dapat lebih melapangkan jalannya menghadap Tuhan.

oleh: Sulastomo Koordinator Gerakan Jalan Lurus

Kamis, 17 Januari 2008

Berjumpa Cinta Di Mana-mana



Cerita manusia adalah cerita derita, demikian bisik seorang kawan. Di Pakistan, belum lama Benazir Bhutto menginjakkan kaki di tanah kelahirannya, lehernya sudah ditembus peluru sampai tewas. Di Kamboja, pendeta Buddha berkelahi dengan polisi. Amerika Serikat yang menjadi tauladan dunia menjadi penghalang kesepakatan untuk mengurangi dampak pemanasan global. Gempa, tsunami, kelaparan mengunjungi semua pojokan Bumi.

Di negeri ini serupa. Banyak pemilihan kepala daerah berakhir rusuh. Kekerasan di kalangan remaja amat mengkhawatirkan. Di Bali, kadang kekerasan muncul bahkan ketika upacara dilaksanakan.


Membaca tanda-tanda seperti ini, ada yang mengeluh, bila demikian, bukankah hidup manusia sama dengan neraka? Entahlah, yang jelas wajah kehidupan yang terlihat bergantung pada siapa diri kita di dalam. Bila di dalamnya cinta, manusia berjumpa cinta di mana-mana. Jika di dalamnya kebencian, manusia menemukan kebencian di mana-mana.

Membangun rumah cinta


Dilihat dari segi bahan, manusia berbahankan cinta. Orangtua berpelukan penuh cinta ketika manusia dibikin. Disusui ibu penuh dengan pelukan cinta. Banyak ayah yang tidak jadi memasukkan makanan ke mulut hanya karena mau berbagi cinta dengan anak. Makanan dan minuman manusia datang dari alam yang berlimpah cinta.

Ada yang mengandaikan kehidupan sebagai hujan cinta yang tidak pernah berhenti. Cuma sebagian memayungi dirinya dengan keangkuhan sehingga badannya kering dari hujan cinta. Dengan bahan seperti itu, bila output-nya kebencian, mungkin kita perlu merenungkan prosesnya.


Perilaku kehidupan serupa Matahari. Bila sudah waktunya terbit, ia terbit. Jika saatnya terbenam, ia terbenam. Dan di dalam pikiran yang dipenuhi rasa cinta, Matahari akan disebut menerangi, memberi energi. Dalam pikiran yang penuh keluhan, ia diberi judul panas, sumber kekeringan, awal paceklik.

Berdiri di atas kesadaran seperti inilah kemudian banyak guru sepakat, fondasi awal membangun rumah cinta adalah pikiran yang terawasi secara rapi. Ketika senang diawasi, tatkala sedih juga diawasi. Persoalan dengan banyak manusia, terlalu melekat dengan hal-hal yang menyenangkan, menolak yang menjengkelkan, bosan dengan hal-hal biasa. Karena yang menyenangkan berpasangan dengan hal-hal yang menjengkelkan (seperti malam berpasangan dengan siang), maka berputarlah kehidupan dalam siklus tanpa akhir: senang, sedih, bosan, dan seterusnya. Inilah awal dari banyak kelelahan emosi.


adar dengan akibat kelelahan inilah, kemudian sejumlah orang mengakhiri siklus terakhir hanya dengan mengamatinya. Being a compassionate witness, demikian saran seorang penulis meditasi. Lihat emosi dan pikiran yang naik turun seperti seorang nenek penuh cinta sedang melihat cucu-cucunya berlari ke sana kemari. Semuanya sudah, sedang, dan akan baik-baik saja. Atau lihat keseharian yang digerakkan senang, sedih, bosan seperti melihat aliran air di sungai. Kesenangan mengalir berlalu, kesedihan mengalir berlalu.

Di atas siklus yang terawasi rapi ini, kemudian dibangun tiang-tiang keseharian yang banyak membantu. ’Bila tidak bisa membantu cukup jangan menyakiti’, demikian pesan sejuk seorang Lama. Atap rumah cinta kemudian bernama kaya karena rasa berkecukupan.


Dalam bahasa seorang bapak yang amat mencintai anaknya: ’dalam rasa berkecukupanlah letak kekayaan teragung’. Sebagai hasilnya, terbangunlah rumah- rumah cinta yang sejuk dan teduh.

Agar rumahnya tidak pengap, ia memerlukan pintu dan jendela. Pintunya bernama deep listening. Jendelanya berupa loving speech. Sebagaimana sudah menjadi rahasia banyak terapis, kesediaan untuk mendengarkan adalah sebuah penyegar banyak kepengapan jiwa di zaman ini. Tidak sedikit pasien yang sudah mendapatkan sebagian penyembuhan hanya dengan didengarkan. Dan bila harus berbicara, berbicaralah dengan bahasa-bahasa cinta.


Seorang sahabat dengan kata-kata yang berkarisma pernah ditanya, kenapa kata-katanya demikian berkarisma. Dengan tangkas ia menjawab, gunakan kata-kata hanya untuk membantu, bukan untuk menyakiti. Kombinasi antara kesediaan mendengar dan kata-kata yang penuh cinta inilah yang membuat rumah cinta dipenuhi udara segar.

Meminjam hasil kontemplasi orang suci, bila ada waktu merenung, renungkanlah kekurangan-kekurangan Anda. Jika ada waktu berbicara, bicarakanlah kelebihan-kelebihan orang lain. Mendengar penjelasan seperti ini, ada yang bertanya, kalau demikian, apa itu cinta? The Book of Mirdad menulis: ’cintamu adalah dirimu yang sesungguhnya’. Dengan kata lain, di luar cinta adalah kepalsuan-kepalsuan. Laksanakan cinta, kemudian lihat bagaimana ia membuka keindahan dirinya. Kata-kata hanya penghalang pemahaman.


Rumah cinta berjalan

Di Pulau 0kinawa, Jepang, pernah ada guru karate yang disegani. Di suatu latihan, muridnya bertanya, apakah karate itu? Dengan tersenyum ia menjawab: ’karate means keep smiling in all situations’. Karate berarti tersenyum di semua keadaan. Dan tentu muridnya bingung. Hanya karena segan, kemudian ia diam.

Sepulang latihan, murid ini menemui tentara Amerika mabuk yang mau membuat keributan di jalan. Murid karate ini panas. Begitu siap berkelahi, tiba-tiba gurunya muncul dengan penuh senyuman menyambut tentara-tentara tadi: ’selamat datang di 0kinawa, Anda pasti sudah menikmati keindahan 0kinawa’. Dan selanjutnya tidak saja perkelahian bisa dihindarkan, persahabatan dengan tentara Amerika juga berjalan baik-baik saja.


Ini mungkin yang disebut dengan rumah cinta berjalan. Ia menjadi contoh nyata cerita di awal: ’bila di dalamnya cinta, maka manusia berjumpa cinta di mana-mana’. Berkaitan dengan momentum pergantian tahun, kebanyakan orang bertanya seberapa tua umur sekarang. Jarang yang mau bertanya, seberapa indah rumah cinta sekarang.

Melalui tatapan mata suami, kesetiaan istri, rasa hormat putra/putri, perlakuan atasan, senyuman tetangga, jabat tangan bawahan, bantuan teman atau keluarga, senyuman orang-orang yang pernah menyakiti, kita sedang melihat rumah cinta kita. Adakah ia lebih baik atau lebih buruk dari tahun lalu?


Perhatikan apa yang ditulis Thich Nhat Hanh dalam The Diamond that Cuts through Illusion: ’If you die with compassion in mind, you are a torch lightening our path.’ Ia yang meninggal dengan cinta kasih menjadi lilin penerang banyak perjalanan. Mungkin ini yang membuat Yesus Kristus tidak pernah berhenti menerangi banyak sekali perjalanan. Selamat hari Natal tahun 2007 dan Selamat Tahun Baru 2008. Gede Prama Bekerja di Jakarta dan Tinggal di Desa Tajun, Bali Utara

Rabu, 16 Januari 2008

Apakah Blog Itu ?

Sebuah blog adalah buku harian pribadi. Mimbar Anda setiap hari. Kotak sabun politik. Outlet berita terkini. Koleksi link. Pikiran pribadi Anda sendiri. Catatan untuk dunia.
Blog Anda menjadi apapun yang Anda inginkan. Ada berjuta-juta blog, dalam segala bentuk dan ukuran, dan tidak ada aturan yang sesungguhnya.
Dalam terminologi sederhana, sebuah blog adalah sebuah situs web, di mana Anda menuliskan hal-hal yang berbasis peristiwa yang sedang berlangsung. Hal yang baru tampil di paling atas, sehingga pengunjung Anda dapat membaca apa yang baru. Kemudian mereka dapat mengomentarinya atau menambahkan link atau mengemail Anda. Atau tidak.
Sejak Blogger diluncurkan pada 1999, blog telah mengubah bentuk web, mempengaruhi politik, mempertajam jurnalisme, dan memungkinkan jutaan orang untuk memiliki suara dan terhubung dengan yang lain.
Dan kami sangat yakin bahwa semua persetujuan itu baru saja dimulai.


Publikasikan pemikiran Anda

Sebuah blog memberikan Anda suara Anda sendiri di web. Blog adalah sebuah tempat untuk mengumpulkan dan berbagi hal-hal yang Anda anggap menarik— baik itu komentar politik Anda, sebuah diary pribadi, atau link ke situs web yang ingin Anda ingat.
Banyak orang menggunakan blog hanya untuk mengorganisasikan pikiran mereka, sementara yang lain membuat blog yang membuat banyak pengaruh dengan ribuan pemirsa di seluruh dunia. Jurnalis dan amatir menggunakan blog untuk menerbitkan berita terkini, sementara jurnalis personal membeberkan pemikiran terdalam mereka.
Apapun yang harus Anda katakan, Blogger dapat membantu Anda mengatakannya.


Ajaklah teman-teman Anda
Blogging adalah lebih dari sekedar meletakkan pemikiran Anda di web. Blogging adalah mengenai terhubung dengan dan mendengar dari siapapun yang membaca pekerjaan Anda dan peduli untuk memberi respon. Dengan blogger, Anda dapat mengendalikan siapa yang dapat membaca dan menulis ke blog Anda — ijinkan hanya beberapa teman saya atau seluruh dunia melihat apa yang harus Anda katakan!
Komentar Blogger memungkinkan setiap orang, di mana saja, menawarkan umpan balik atas posting Anda. Anda dapat memilih apakah Anda ingin mengijinkan komentar berdasarkan posting demi posting, dan Anda dapat menghapus komentar manapun yang Anda tidak suka.
Kontrol Akses memungkinkan Anda memutuskan siapa yang bisa membaca dan menulis blog Anda. Anda bisa menggunakan group blog dengan banyak penulis sebagai alat komunikasi untuk tim kecil, keluarga, atau kelompok lain. Ada sebagai penulis tunggal, Anda bisa membuat ruang privat untuk mengumpulkan berita, link, dan ide untuk Anda pakai sendiri atau dibagikan kepada sebanyak mungkin pembaca yang Anda mau.
Profil Blogger memungkinkan Anda menemukan orang dan blog yang membagikan ketertarikan Anda. Profil Blogger Anda, tempat Anda dapat mendaftarkan blog Anda, hobi Anda, dan banyak hal, ijinkan orang menemukan Anda (tetapi hanya jika Anda ingin ditemukan).


Desain blog Anda
Baik Anda baru memulai blog Anda, atau baru berpikir untuk mengubah tampilan blog Anda, tool pengedit Blogger yang mudah digunakan akan membantu Anda membuat halaman yang tampak hebat.
Template—Koleksi template kami akan membantu Anda memulai sebuah situs yang menarik segera tanpa harus mempelajari HTML, walaupun Blogger juga mengijinkan Anda untuk mengedit kode HTML blog Anda kapan saja Anda inginkan.
Warna dan font kustom— Ketika Anda siap untuk mengambil langkah berikutnya, Anda dapat lebih lanjut mengkustomisasi template kami untuk menciptakan sebuah rancangan yang secara sempurna merefleksikan Anda dan blog Anda.
Drag-and-drop Elemen halaman — Sistem sederhana drag-and-drop memungkinkan Anda dengan mudah memutuskan di mana Anda meletakkan posting, profil, arsip dan bagian lain halaman Anda.


Posting Foto
Kadang-kadang Anda hanya ingin berbagi foto. Ada tombol untuk mengupload foto di antarmuka Blogger. Cukup klik tombol foto untuk mengupload foto Anda dari komputer Anda. Jika foto yang ingin Anda masukkan ke blog sudah ada di website, itu juga bisa dipakai. Cukup beritahu kami di mana gambar itu.
Anda juga dapat mengirimkan foto dari kamera telepon langsung ke blog Anda ketika Anda dalam-bepergian dengan Blogger Mobile


Go Mobile
Blogger Mobile memungkinkan Anda mengirimkan foto dan teks langsung ke blog Anda selagi Anda di perjalanan. Yang Anda perlukan hanyalah mengirim email ke go@blogger.com dari ponsel Anda. Anda bahkan tidak perlu account Blogger. Pesan itu sendiri cukup untuk menciptakan blog baru dan memposting foto dan teks yang Anda kirimkan.
Nantinya, jika Anda ingin untuk mengklaim blog mobile Anda atau menukar posting Anda ke blog lainnya, cukup login ke go.blogger.com dan gunakan kode klaim Blogger yang dikirimkan ke telepon Anda.
Kami mendukung sebagian besar perangkat mobile di AS dan seluruh dunia. Apabila Blogger Mobile tidak tersedia pada penyedia layanan Anda, Anda masih tetap dapat mengirim surat ke blog Anda dengan menggunakan Mail-to-Blogger.

Memulai
Cara tercepat untuk mengerti blogging adalah dengan mencobanya. Kami telah bekerja sangat keras untuk membuatnya sangat mudah untuk Anda. Klik saja link di bawah, dan Anda bisa menjadi bagian dari fenomena yang mengubah web dan media menjadi aktivitas berpartisipasi dalam kurang dari menit lima . Sungguh!.
Apa akan terjadi kemudian ? Siapa yang tahu. Mungkin saja akan menyenangkan.
Dan ingat: jika Anda menemui kesulitan, cukup klik pada tombol Bantu dari layar manapun, dan Anda dapat menemukan jawaban yang Anda cari — atau bahkan bertanya pada staff pendukung kami yang berdedikasi. BATMAN/BLOGGER 8 MUHARRAM 1429H

Selasa, 15 Januari 2008

Republik Mimpi Buruk


Sejujurnya, saya tidak mau ikut kontroversi mengenai kasus hukum Pak Harto. Saatnya para pemimpin Republik, atas nama sejarah masa depan, mengambil keputusan final mengenai hal tersebut. Apa pun keputusan itu, sehebat apa pun kontroversi yang mungkin terjadi, saya mendengar dan patuh.

Selebihnya, mari berpikir masa depan. Karena pada dasarnya, lawan kita bukan Pak Harto atau yang lain. Lawan kita itu sejatinya adalah negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang serta negara-negara yang sedang mengalami lompatan ke depan seperti China dan India. Kalah bersaing dengan mereka, republik ini bisa digulung sehingga tinggal remah-remah kemiskinan yang tersisa.
Itu terjadi karena kita berputar-putar terus pada masalah yang tidak produktif. Dendam, iri, benci, persaingan tidak sehat. Kalau begini terus, suatu hari nanti anak-anak muda Indonesia hanya akan terduduk lesu di trotoar jalan karena kualitas mereka tidak bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain.

Oleh sebab itu, mari kita bangun mimpi bersama untuk masa depan. Bung Karno, Pak Harto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, dan nanti SBY kalau sudah tidak menjadi presiden harus kita hormati sebagai pemimpin bangsa. Kepada mereka berlaku forgive but not forget.

Lebih daripada itu, ada legacy untuk mereka, baik dalam bentuk perpustakaan maupun pusat kajian. Jadi, akan ada kompleks perpustakaan dan advance studies tentang pemikiran, strategi politik, dan kebijakan semasa mereka berkuasa. Arah bangsa ini bisa kita ikuti secara saksama dalam irama yang teratur dan progres menanjak.

Pendeknya, ibarat mau membangun masjid agung atau katedral, setiap pemimpin hanya perlu meletakkan satu bata. Ini membangun peradaban.

Oleh karena itu, sekali seorang pemimpin ingin membangun sendirian, dukungan politik harus segera ditarik. Peluang dia untuk melanggar hukum dan menyalahgunakan kekuasaan menjadi sangat tinggi.

Saya justru bisa melihat dengan jernih bahwa kasus Jarwo Kwat dari republik tetangga, yaitu Republik Mimpi, ternyata sangat serius. Jarwo yang jadi korban penipuan malah jadi tersangka dan dikejar-kejar bak seorang teroris.

Dalam perspektif politik, gejala seperti ini harus dicurigai sebagai satu simpul dari rangkaian aktivitas terorisme bayangan. Elite berkuasa sengaja melakukan operasi intelijen dan manuver politik demi menjaga citra kekuasaannya. Cara-cara yang tidak demokratis mulai ditanam lagi. Jika dugaan ini benar, kasihan benar nasib republik tetangga itu. Demokrasi dilipat lagi demi kekuasaan.

Keliru jika ada kekhawatiran berlebih bahwa kritik bisa memengaruhi popularitas seorang penguasa. Studi oleh Hasbi Sobirin (2007) membantah hal itu.

Ketika Golkar dan Akbar Tandjung dikritik habis media massa dan aktivis, ternyata perolehan suara Golkar menempati urutan kedua pada Pemilu 1999 dan memenangi Pemilu 2004. Kuncinya adalah pendekatan Akbar kepada jejaring kadernya. Komunikasi personal yang intensif bukan saja mematahkan kekuatan media, tetapi juga menyatukan rasa percaya diri para kader.

Bercermin dari studi tersebut, seorang pemimpin sebenarnya tidak perlu terlalu risau dengan citra diri untuk mendapatkan julukan sebagai pemimpin bersih. Gelar ini tidak berarti apabila tak ada program aksi yang bisa mengangkat martabat rakyat. Seseorang dianggap bermartabat apabila bisa membeli beras, tidak kelaparan, dan mempunyai pekerjaan. Jika menganggur, sulit merasa bermartabat.

Ketakutan saya pada seorang pemimpin yang hanya risau dengan citra dirinya adalah apabila dia menerapkan apa yang penulis sebut sebagai hukum "victory" (hukum "V"). Jika seorang pemimpin bekerja keras demi rakyat, otomatis ia akan terpilih lagi. Jika prestasinya biasa saja, ia tidak akan dipilih. Jika prestasinya jeblok, kemiskinan menyebar ke mana-mana, ia akan terpilih kembali.

Pertanyaannya adalah mengapa ketika prestasinya jeblok, ia malah akan terpilih lagi? Dalam situasi kemiskinan meluas, rakyat menjadi semakin pesimistis. Akibatnya, mereka menjadi pragmatis. Jadi, siapa pun yang bisa memberikan insentif lebih, dalam bentuk apa pun, kepada rakyat, dia yang akan dipilih. Semoga republik ini tidak mempunyai seorang pemimpin yang membiarkan rakyatnya tetap miskin dan menganggur hanya demi bisa terpilih kembali. Tapi, jika itu terjadi di masa depan, ini memang Republik Mimpi Buruk.

Minggu, 06 Januari 2008

Agar Demokrasi Panjang Umur

Tulisan Ginandjar Kartasasmita (Kompas, 1/12/2007) sangat menarik. Penulis menjelaskan bahwa demokrasi (politik) dan kesejahteraan dapat berjalan bergandengan. Keliru jika urusan demokrasi dapat dinomorduakan di bawah urusan kesejahteraan.
Penulis menunjukkan bahwa pergerakan ke arah demokrasi hampir tak bisa dielakkan oleh negara mana pun. Negara yang meremehkan demokrasi, meski mengalami pertumbuhan ekonomi, maka pertumbuhan itu tak akan berkelanjutan. Sebaliknya, banyak negara demokratis yang sukses dalam pembangunan ekonominya. Namun, bukan berarti di negara demokratis kondisi perekonomiannya sertamerta akan maju. Untuk mencapai kemajuan ekonomi, demokrasi perlu disandingkan dengan sistem ekonomi pasar, sebagaimana keduanya secara bersama- sama telah terbukti membawa kemakmuran di negeri Barat.
Demokrasi dan kesejahteraan memang tidak perlu dipertentangkan. Dalam konteks Indonesia, yang terpenting adalah bagaimana demokrasi yang belum genap satu dekade ini bisa berumur panjang. Penelitian Przeworski dan Limongi (1997) terhadap ratusan rezim otoriter dan demokratis selama 1950- 1990 menunjukkan ada keterkaitan erat antara kesejahteraan dan umur demokrasi. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan, semakin lama demokrasi dapat bertahan.
Karena itu, kita sedang "mengurai kembali kain yang susah payah sudah kita tenun", jika meremehkan demokrasi dan menomorduakannya di bawah kesejahteraan. Bagi bangsa Indonesia, esensi persoalannya adalah bagaimana sesegera mungkin mewujudkan kesejahteraan rakyat agar demokrasi yang tengah kita tegakkan dapat hidup abadi.
Jika ditinjau dari sisi akademis, bagaimana cara mewujudkan kesejahteraan itu akan mengembalikan kita kepada polemik klasik, yaitu dengan cara apa kita mewujudkan kesejahteraan—yakni, bagaimana kita "membangun", bagaimana agar hasil pembangunan berupa pertumbuhan ekonomi bisa dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat, dan bagaimana agar pembangunan bisa ramah lingkungan sehingga berkelanjutan.
Sistem ekonomi pasar tidak bisa dikatakan sebagai pilihan paling jitu untuk menciptakan kesejahteraan. Di negara yang menganut ekonomi pasar, yang sering disebut negara industri maju, meski pertumbuhan ekonomi tinggi, negara-negara itu terus mengalami krisis terutama dalam menciptakan lapangan kerja yang memadai. Ambillah contoh Amerika Serikat. Di negara ini pertumbuhan memang terus dipacu, tetapi bersamaan dengan itu muncul persoalan membengkaknya kemiskinan di kota, meningkatnya jumlah kejahatan, meningkatnya penggunaan narkoba, meningkatnya utang pemerintah, dan kerusakan lingkungan yang semakin parah.
Ada pula persoalan lain, bahwa penerapan sistem ekonomi pasar di negara maju akan berbeda hasilnya ketika diterapkan di negara yang pernah menjadi korban imperialisme, seperti Indonesia. Negara yang pernah dijajah tetap akan terbelakang ekonominya meski telah menerapkan ekonomi pasar, bahkan negara itu akan mengalami penyusutan modal. Berbeda dengan di negara maju di mana surplus dari sektor pertanian dan perdagangan diinvestasikan ke bidang industri, di negara yang pernah dijajah hal ini tidak terjadi. Surplus di negara tersebut diambil oleh kekuatan ekonomi asing yang umumya tetap menguasai negara tersebut pascakemerdekaannya.
Demikian pula sistem ekonomi sosialis. Sejarah menunjukkan bahwa sistem sosialis cenderung gagal mendorong berkembangnya faktor produksi dalam perekonomiannya, sementara birokrasi pemerintah makin membengkak. China, negara yang kukuh menerapkan sistem sosialis, akhirnya harus "menyerah" pada ekonomi pasar. Mungkin China akan mengikuti Jepang meraih kesuksesan bersama ekonomi pasar, mengingat China punya kesanggupan tidak tunduk pada kekuatan asing yang akan menyedot surplus ekonominya.
Jadi, cara manakah yang paling tepat bagi Indonesia? Apa yang mesti dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat secepat-secepatnya? Cara apakah yang paling efektif mendorong pertumbuhan dan pemerataan? Secara akademis, kita bisa menyodorkan berbagai alternatif untuk menjawab pertanyaan ini, mulai dari Teori Tabungan dan Investasi dari Harrod- Domar, Lima Tahap Pembangunan dari Rostow, Dorongan Berprestasi dari McClelland, hingga Raul Prebisch yang berbicara mengenai perlunya industri substitusi impor, Teori Ketergantungan Andre Gunder Frank hingga Teori Pasca- Ketergantungan. Sekali lagi, secara akademis, banyak alternatif untuk memakmurkan rakyat.
Namun, dalam pengelolaan perekonomian negara, kita memerlukan suatu pijakan yang melampaui diskursus akademik. Dalam alam demokrasi, pengelolaan perekonomian negara tidak diserahkan pada teori-teori ilmiah, tetapi pada konsensus yang terhimpun dalam berbagai peraturan tertulis. Kita bisa berdebat mempertahankan teori- teori itu ketika membuat konsensus. Tetapi sekali konsensus sudah tercapai, tidak perlu ada perdebatan lagi. Yang dibutuhkan hanyalah melaksanakan konsensus itu. Inilah inti kehidupan demokrasi.
Bagi bangsa Indonesia, konsensus yang paling utama adalah Undang-Undang Dasar. Pasal 33 UUD 1945 menyatakan: 1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; 2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; 3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; dan 4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Empat pasal ini diyakini sebagai landasan yang paling sesuai untuk memakmurkan rakyat. Dalam Pasal 33 terkandung pengertian demokrasi ekonomi, bahwa produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Selanjutnya, Pasal 33 juga menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokokpokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.
Demikianlah, segala upaya mempertahankan demokrasi politik akan mubazir jika demokrasi ekonomi tidak diwujudkan. Jika perekonomian dikuasai segelintir kelompok tertentu, sebagaimana masih terjadi hingga saat ini, maka demokrasi politik akan segera berubah menjadi "demokrasi dagang". Rakyat yang tidak makmur akan mudah dibeli suaranya oleh mereka yang memiliki banyak uang. Proses pengambilan keputusan masih demokratis, tetapi tidak lagi menyuarakan aspirasi rakyat sesungguhnya. Demokrasi politik menjadi kepanjangan tangan kepentingan para penguasa uang. Dalam situasi ini, demokrasi politik akan menjadi racun bagi yang melaksanakannya. Muslimin Nasution Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)